KEARIFAN LOKAL
“CEMME PASSILI`”
Salah satu kearifan lokal di Daerah Kabupaten Bone tepatnya di
Kecamatan Tellu Siattinge, Desa Ulo-ulo yaitu Cemme Passili`
A.
Sejarah dan Tradisi Cemme Passili`
Cemme
Passili` berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu Cemme dan
Passili’. Cemme dalam bahasa Indonesia berarti mandi, sedangkan Passili’ berarti
membersihkan diri.
Cemme
Passili’ merupakan kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh warga Ulo setiap
tahun. Cemme passili’ adalah salah satu warisan budaya, tradisi ini
mencerminkan semangat dan persatuan dan kesatuan dari ketiga kerjaan masa lalu
yaitu kerajaan Soppeng, Wajo dn Bone. Pada suatu waktu kerajaan tersebut
mengalami keguncangan dan tantangan global sehingga banyak dampak-dampak yang
menurut masyarakat itu adalah efek dari kegoncangan yang dialami oleh ketiga
kerajaan tersebut.
Salah
satunya ialah peristiwa kekeringan yang melanda masyarakat yang berada didaerah
pinggiran Watang Ulo yang menjadi kerajaan kecil diwaktu itu. Kerajaan tersebut
dipimpin oleh Datu Salimang (Datu Sembong),didaerah ini dilanda kekeringan yang
sangat lama dan mengakibatkan tumbuh-tumbuhan didaerah tersebut menjadi
kekeringandan masyarakat menjadi lapar serta menderita beberapa penyakit aneh,
kelaparan diakibatkan karena hasil pencarian mereka tidak ada yang dapat
dipanen dan air bersih pun sangat sulit untuk didapatkan.
Masyarakat
Desa Ulo merasakannya kurang lebih selama satu tahun lamanya dan selama rentang
waktu itu sumber air dan makanan sangat kurang sehingga mereka memakan apa yang bisa
mereka makan. Setelah kurang lebih satu tahun musim kemarau melanda masyarakat
di Desa Ulo maka datanglah Datu Salimang (Datu Sembong) ke sesepuh Adat yaitu
orang yang dianggap paling tau dengan apa yang melanda masyarakat dan
kerajaannya. Dan berceritalah sesepuh Adat itu pada Datu Salimang bahwa dia
pernah bermimpi tetntang yang melanda kerajaannya, dia mengatakan bahwa dia
pernah bertemu dengan orang dalam mimpinya dan memerintahkan kepada masyarakat
Ulo untuk datang pada suatu mata air yng ada dikampungnya.
Setelah
apa yang telah diceritakan oleh salah satu sesepuh adat yang ada di Desa Ulo
maka Datu Salimang memanggil semua sesepuh adat dan masyarakat yang ada di desa
Ulo untuk melakukan suatu musyawarah yang akan menentukan kehidupannya mereka
nanti dan untuk menanggulangi apa yang telah terjadi pada kerajaan dan
masyarakatnya belakangan ini, setelah berdialog beberapa waktu maka terjadi
beberapa kesepakatan dengan sesepuh adat dan masyarakat pada waktu itu yaitu :
1)
Semua masyarakat datang kesebuah
mata air yang telah dimimpikan oleh sesepuh adat untuk melakukan cemme passili’
2)
Semua warga membuat beppa pitu’e
yaitu kue yang terbuat dari tepung ketang dan campuran dengan gula merah
3)
Ketiga semua masyarakat membuat
ketupat yang berbentuk segitiga dan kerucut.
Itulah
yang menjadi kesepakatan oleh Datu Salimang, sesepuh adat dan masyarakat pada
waktu itu. Setelah bebrapa hari yaitu hari Senin semua masyarakat berkumpul di
mata air yang telah ditunjukkan oleh sesepuh adat untuk melakukan Cemme
Passili’, setelah semua berkumpul maka sesepuh adat melakukan sebuah ritual
untuk memulai tradisi tersebut dan Datu Salimang sebagai orang yang memiliki
kekuasaan pada Waktu itu maka dia yang pertama harus turun dan mandi baru
diikuti oleh sesepuh adat dan masyarakat. Itulah sejarah awal tradisi Cemme
Passili’ yang sampai sekarang ini masyarakat Ulo masih melaksanakannya
sampai sekarang bahkan lebih meriah karena bukan saja masyarakat Ulo yang
datang untuk melihat tapi banyak dari masyarakat yang datang meilhat
pelaksanaan tradisi ini.
Tradisi
Cemme Passili’ adalah hal wajib
yang harus dilakukan setiap tahun di desanya, karena tradisi Cemme Passili
ini dapat mempersatukan keluarga mereka kembali, karena masyarakat di Ulo sudah
banyak keluar daerah untuk mencari penghasilan lain, karena di desa Ulo
masyarakatnya hasil pencaharian mereka dari menanam jagung atau kacang-kacangan
saja, dilihat dari segi daerahnya yang tinggi dan banyak babatuan ditanah-tanah
mereka sehingga hanya itu yang bisa ditanami. Masyarakat yang mencoba mencari
pekerjaan lain keluar daerah bahkan keluar indonesia, tapi dengan adanya
tradisi cemme passili’ ini dapat mempersatukan mereka kembali kepelukan
keluarganya, karena masyarakat yang rata-rata keluar daerah lebih suka pulang
kampung mereka bersamaan dengan akan diadakannya Cemme Passili’.
Cemme
passili’ di Desa Ulo diadakan setiap bulan November dan hari Senin,
masyarakat setempat juga sering merangkaikan tradisi Cemme Passili’ ini
dengan berbagai pertandingan olahraga yang tentunya dilakukan didesanya.
Pertandingan tersebut seperti pertandingan sepak bola, maupun sepak takraw yang
diadakan oleh pemuda-pemuda yang ada di Dusun Ulo-ulo, Desa Ulo.
Tradisi
Cemme Passili’ pada masa kerajaan masih sangat kental dengan
kesederhanaan karena pada masa pemritntahan Datu Salimang masyarakat pada waktu
melaksanakan tradisi ini dengan biasa saja tanpa ada campur tangan dari orang
luar hanya mereka sendiri yag menjalankan adat upacara tersebut terlihat juga
dengan hanya kue merah(beppa pitu’e) yang menjadi syarat untuk melaksanakan
tradisi itu, kue merah terbuat dari tepung beras ketang dengan dicampur gula
merah kemudian dimasak. Sebelum pelaksaan
upacara cemme passili’ tokoh adat atau sanro wanua melaksanakan ritual terlebih
dahulu di sungai yang akan menjadi tempat tradisi Cemme Passili’.
Menurut
masyarakat disana bahwa dahulu masyarakat yang ikut upacara ini biar jatuh dari
ketinggian mereka tidak luka apapun karena masyarakat yang mengikuti tradisi
tersebut menganngap bahwa mereka benar-benar dibersihkan dari dosa masa lalu
sehingga permintaan hujan mereka akan diterima nantinya ketika mereka turun
untuk menggarat sawah mereka sehingga kelak nanti hasil panen mereka dapat melimpah
ruah.
Perbedaan
tradisi yang dulu dengan sekarang jelas karena dulu tradisi pada masa kerajaan
atau masih dalam bentuk pemerintahan Datu Salimang, mereka hanya memulai
tradisi ini dengan membawa persyratan apa yang telah disepakati dalam
musyawarah seperti, beppa pitu’e, ketupat yang berbentuk segitiga kerucut
sebagai syarat memulainya tradisi cemme passili.
Kalau
berbicara bagaimana dengan perkembangan dan perubahan upacara tradisi cemme
passili’ di masyarakat desa Ulo maka kita bisa liat bagaimana zaman ini berubah
dari zaman ke zaman selanjutnya begitu pula dengan perubahan yang terjadi
didalam tradisi cemme passili’ di Desa Ulo karena masyarakat disana sudah
tersentuh dengan perkembangan zaman sehingga banyak yang berubah mulai dari
perubahan ekonomi, politik, pendidikan dan lain-lain. Sehingga otomatis ada
juga perubahan dalam pelaksanaan tradisi cemme passili’ tapi itu tak membuat
tradisi ini terkikis oleh perkembangan zaman karena tradisi ini tetap
dilakasanakan oleh masyarakat.
Dari
segi pelaksanaan tradisi cemme passili’ ditambah dengan adanya proses
pemotongan kuda yang dilakukan oleh masyarakat di desa Ulo, kuda yang dipotong
bukan hanya satu tapi mencapai puluhan ekor. Masyarakat menganggap bahwa
keadaaan ekonomi mereka ada perubahan dari tahun ke tahun sehingga masyarakat
menjadikan pemotongan kuda ini sebagai salah satu syarat setelah kue merah yang
dibikin dan dibawah ketokoh adat mereka untuk dilakukan ritual sebelum tradisi
itu dilaksanakan. Kuda yang dipotong bukan hanya satu rumah yang membelinya
tapi mereka berkonsi untuk membeli kuda untuk dimakan besok harinya, orang yang
berkonsi biasanya satu kuda sepuluh rumah atau ada masyarakat yang menganggap
ekonominya cukup membeli satu kuda. Dahulu kuda ini bukanlah syarat sah bagi pelaksanaan
tradisi cemme passili’ tapi karena masyarakat menganggap bahwa ekonominya ada
perubahan sehingga sebagai wujud syukur atas nikmat tuhan itu mereka memotong
kuda.
Perubahan
yang lainnya yaitu banyaknya masyarakat yang datang berkunjung ke Desa Ulo ketika
perayaan upacara cemme passili’ , mereka ada yang datang karena ingin
berkunjung ataupun mereka datang hanya sekedar ingin melihat tradisi cemee
passili’. Sehingga untuk membedakan antara penonton dengan masyarakat yang
datang dari luar biasanya anak muda yang ada di desa Ulo mencat rambut mereka
dengan beragam warna. Masyarakat di Desa Ulo sebelum melakukan tradisi cemme
passili’ mereka seringkali merangkaikan sebuah perlombaan-perlombaan untuk
menambah meriahnya tradisi ini. Perlombaan tersebut dilakukan sebagai ajang
sosialisasi kepada masyarakat baik yang ada di Desa Ulo itu sendiri maupun
masyarakat yang dari luar.
B.
Prosesi Cemme Passili`
Prosesi
pelaksanaan tradisi Cemme Passili’ sangat sederhana seperti yang pertama
pembersihan sungai yang akan dijadikan tempat berlangsungnya tradisi Cemme
Passili’. Biasanya pembersihan dilakukan 3 hari sebelum pelaksanaan tradisi
ini, yaitu hari Jum’at, hari Jum’at dijadikan hari pembersihan karena
masyarakat disana mengatakan bahwa hari Jum’at adalah hari berkumpulnya
masyarakat karena banyak masyarakat yang pergi melaksanakan Sholat Jum’at
sehingga tokoh masyarakat di sana tinggal mengumumkan bahwa hari ini akan
dilakukan pembersihan.
Yang
kedua pemotongan Kuda sebagai makanan khas di tradisi Cemme Passili’,
kuda dijadikan makanan khas karena masyarakat di sana mengatakan bahwa Kuda
beda dengan hewan yang lainnya dagingnya tidak ada bauh amisnya, beda dengan
hewan yang lainnya yang dagingnya ada bau amisnya. Biasanya Kuda yang dipotong
bukan hanya satu rumah tapi masyarakat disana saling berkumpul atau patungan
dengan tetangga atau keluarganya supaya tidak membebani meraka, setelah
dipotong kuda dibagi-bagikan untuk dimasak serta disuguhkan untuk tamu yang
datang melihatnya atau hanya sekedar menyambung silaturahmi dengan mereka.
Yang
ketiga masyarakat juga mengumpulkan beppa pitue, yaitu kue yang terbuat dari
tepun ketang yang dicampur dengan gula merah, kue tersebut dikumpul di rumah
sesepuh adat untuk dilakukan sebuah baca-baca supaya apa yang dilakukan besoknya
menjadi sebuah berkah dan tradisi yang mereka lakukan diterima. Beppa pitu’e
suatu kue yang berbentuk bulat dan berwana merah kue ini dikatakan beppa pitu’e
karena pada waktu masyarakat menganggap bahwa angka tujuh adalah angka keramat
sehingga kuenya dinamakan beppa pitu’e.Dan ada juga mengatakan dulu ada tujuh
bersaudara dan salah satunya ada yang bersifat laki-laki dan bersifat juga
seperti perempuan, sehingga masyarakat menganggap bahwa itu adalah eseorang
yang dicari untuk menghindarkan mereka dari bencana tersebut. Ritual Cemme
Passili’ dimulai dengan memanjatkan doa yang dilakukan tokoh masyarakat bernama
Mappe (Sesepuh adat). Setelah itu dilanjutkan dengan menceburkan para tokoh
adat dan kepala desa ke dalam sungai. Kemudian berlanjut oleh seluruh warga
yang saling menceburkan diri, baik laki-laki maupun perempuan serta dari
berbagai usia.
Bahkan dalam prosesi ini, tak jarang warga
desa terlibat aksi kejar-kejaran untuk berusaha saling menceburkan ke sungai.
Pemandangan inilah yang justru menambah kemeriahan tradisi warga Ulo. Cemme Passili’ wajib dilaksanakan hari
Senin karena peristiwa tersebut bertepatan hari Senin. Dan dilaksanakan usai
masa panen, sebagai tanda syukur masyarakat atas hasil bumi yang melimpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar