Kamis, 27 September 2018

Kearifan Lokal Cemme Passili

KEARIFAN LOKAL
“CEMME PASSILI`”

Salah satu kearifan lokal di Daerah Kabupaten Bone tepatnya di Kecamatan Tellu Siattinge, Desa Ulo-ulo yaitu Cemme Passili`

A.     Sejarah dan Tradisi Cemme Passili`
Cemme Passili` berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu Cemme dan Passili’. Cemme dalam bahasa Indonesia berarti mandi, sedangkan Passili’ berarti membersihkan diri.
Cemme Passili’ merupakan kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh warga Ulo setiap tahun. Cemme passili’ adalah salah satu warisan budaya, tradisi ini mencerminkan semangat dan persatuan dan kesatuan dari ketiga kerjaan masa lalu yaitu kerajaan Soppeng, Wajo dn Bone. Pada suatu waktu kerajaan tersebut mengalami keguncangan dan tantangan global sehingga banyak dampak-dampak yang menurut masyarakat itu adalah efek dari kegoncangan yang dialami oleh ketiga kerajaan tersebut.
Salah satunya ialah peristiwa kekeringan yang melanda masyarakat yang berada didaerah pinggiran Watang Ulo yang menjadi kerajaan kecil diwaktu itu. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Datu Salimang (Datu Sembong),didaerah ini dilanda kekeringan yang sangat lama dan mengakibatkan tumbuh-tumbuhan didaerah tersebut menjadi kekeringandan masyarakat menjadi lapar serta menderita beberapa penyakit aneh, kelaparan diakibatkan karena hasil pencarian mereka tidak ada yang dapat dipanen dan air bersih pun sangat sulit untuk didapatkan.
Masyarakat Desa Ulo merasakannya kurang lebih selama satu tahun lamanya dan selama rentang waktu itu sumber air dan makanan sangat  kurang sehingga mereka memakan apa yang bisa mereka makan. Setelah kurang lebih satu tahun musim kemarau melanda masyarakat di Desa Ulo maka datanglah Datu Salimang (Datu Sembong) ke sesepuh Adat yaitu orang yang dianggap paling tau dengan apa yang melanda masyarakat dan kerajaannya. Dan berceritalah sesepuh Adat itu pada Datu Salimang bahwa dia pernah bermimpi tetntang yang melanda kerajaannya, dia mengatakan bahwa dia pernah bertemu dengan orang dalam mimpinya dan memerintahkan kepada masyarakat Ulo untuk datang pada suatu mata air yng ada dikampungnya.
Setelah apa yang telah diceritakan oleh salah satu sesepuh adat yang ada di Desa Ulo maka Datu Salimang memanggil semua sesepuh adat dan masyarakat yang ada di desa Ulo untuk melakukan suatu musyawarah yang akan menentukan kehidupannya mereka nanti dan untuk menanggulangi apa yang telah terjadi pada kerajaan dan masyarakatnya belakangan ini, setelah berdialog beberapa waktu maka terjadi beberapa kesepakatan dengan sesepuh adat dan masyarakat pada waktu itu yaitu :
1)      Semua masyarakat datang kesebuah mata air yang telah dimimpikan oleh sesepuh adat untuk melakukan cemme passili’
2)      Semua warga membuat beppa pitu’e yaitu kue yang terbuat dari tepung ketang dan campuran dengan gula merah
3)      Ketiga semua masyarakat membuat ketupat yang berbentuk segitiga dan kerucut.
Itulah yang menjadi kesepakatan oleh Datu Salimang, sesepuh adat dan masyarakat pada waktu itu. Setelah bebrapa hari yaitu hari Senin semua masyarakat berkumpul di mata air yang telah ditunjukkan oleh sesepuh adat untuk melakukan Cemme Passili’, setelah semua berkumpul maka sesepuh adat melakukan sebuah ritual untuk memulai tradisi tersebut dan Datu Salimang sebagai orang yang memiliki kekuasaan pada Waktu itu maka dia yang pertama harus turun dan mandi baru diikuti oleh sesepuh adat dan masyarakat. Itulah sejarah awal tradisi Cemme Passili’ yang sampai sekarang ini masyarakat Ulo masih melaksanakannya sampai sekarang bahkan lebih meriah karena bukan saja masyarakat Ulo yang datang untuk melihat tapi banyak dari masyarakat yang datang meilhat pelaksanaan tradisi ini.
Tradisi Cemme Passili’  adalah hal wajib yang harus dilakukan setiap tahun di desanya, karena tradisi Cemme Passili ini dapat mempersatukan keluarga mereka kembali, karena masyarakat di Ulo sudah banyak keluar daerah untuk mencari penghasilan lain, karena di desa Ulo masyarakatnya hasil pencaharian mereka dari menanam jagung atau kacang-kacangan saja, dilihat dari segi daerahnya yang tinggi dan banyak babatuan ditanah-tanah mereka sehingga hanya itu yang bisa ditanami. Masyarakat yang mencoba mencari pekerjaan lain keluar daerah bahkan keluar indonesia, tapi dengan adanya tradisi cemme passili’ ini dapat mempersatukan mereka kembali kepelukan keluarganya, karena masyarakat yang rata-rata keluar daerah lebih suka pulang kampung mereka bersamaan dengan akan diadakannya Cemme Passili’.
Cemme passili’ di Desa Ulo diadakan setiap bulan November dan hari Senin, masyarakat setempat juga sering merangkaikan tradisi Cemme Passili’ ini dengan berbagai pertandingan olahraga yang tentunya dilakukan didesanya. Pertandingan tersebut seperti pertandingan sepak bola, maupun sepak takraw yang diadakan oleh pemuda-pemuda yang ada di Dusun Ulo-ulo, Desa Ulo.
Tradisi Cemme Passili’ pada masa kerajaan masih sangat kental dengan kesederhanaan karena pada masa pemritntahan Datu Salimang masyarakat pada waktu melaksanakan tradisi ini dengan biasa saja tanpa ada campur tangan dari orang luar hanya mereka sendiri yag menjalankan adat upacara tersebut terlihat juga dengan hanya kue merah(beppa pitu’e) yang menjadi syarat untuk melaksanakan tradisi itu, kue merah terbuat dari tepung beras ketang dengan dicampur gula merah kemudian dimasak.  Sebelum pelaksaan upacara cemme passili’ tokoh adat atau sanro wanua melaksanakan ritual terlebih dahulu di sungai yang akan menjadi tempat tradisi Cemme Passili’.
Menurut masyarakat disana bahwa dahulu masyarakat yang ikut upacara ini biar jatuh dari ketinggian mereka tidak luka apapun karena masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut menganngap bahwa mereka benar-benar dibersihkan dari dosa masa lalu sehingga permintaan hujan mereka akan diterima nantinya ketika mereka turun untuk menggarat sawah mereka sehingga kelak nanti hasil panen mereka dapat melimpah ruah.
Perbedaan tradisi yang dulu dengan sekarang jelas karena dulu tradisi pada masa kerajaan atau masih dalam bentuk pemerintahan Datu Salimang, mereka hanya memulai tradisi ini dengan membawa persyratan apa yang telah disepakati dalam musyawarah seperti, beppa pitu’e, ketupat yang berbentuk segitiga kerucut sebagai syarat memulainya tradisi cemme passili.
Kalau berbicara bagaimana dengan perkembangan dan perubahan upacara tradisi cemme passili’ di masyarakat desa Ulo maka kita bisa liat bagaimana zaman ini berubah dari zaman ke zaman selanjutnya begitu pula dengan perubahan yang terjadi didalam tradisi cemme passili’ di Desa Ulo karena masyarakat disana sudah tersentuh dengan perkembangan zaman sehingga banyak yang berubah mulai dari perubahan ekonomi, politik, pendidikan dan lain-lain. Sehingga otomatis ada juga perubahan dalam pelaksanaan tradisi cemme passili’ tapi itu tak membuat tradisi ini terkikis oleh perkembangan zaman karena tradisi ini tetap dilakasanakan oleh masyarakat.
Dari segi pelaksanaan tradisi cemme passili’ ditambah dengan adanya proses pemotongan kuda yang dilakukan oleh masyarakat di desa Ulo, kuda yang dipotong bukan hanya satu tapi mencapai puluhan ekor. Masyarakat menganggap bahwa keadaaan ekonomi mereka ada perubahan dari tahun ke tahun sehingga masyarakat menjadikan pemotongan kuda ini sebagai salah satu syarat setelah kue merah yang dibikin dan dibawah ketokoh adat mereka untuk dilakukan ritual sebelum tradisi itu dilaksanakan. Kuda yang dipotong bukan hanya satu rumah yang membelinya tapi mereka berkonsi untuk membeli kuda untuk dimakan besok harinya, orang yang berkonsi biasanya satu kuda sepuluh rumah atau ada masyarakat yang menganggap ekonominya cukup membeli satu kuda. Dahulu kuda ini bukanlah syarat sah bagi pelaksanaan tradisi cemme passili’ tapi karena masyarakat menganggap bahwa ekonominya ada perubahan sehingga sebagai wujud syukur atas nikmat tuhan itu mereka memotong kuda.
Perubahan yang lainnya yaitu banyaknya masyarakat yang datang berkunjung ke Desa Ulo ketika perayaan upacara cemme passili’ , mereka ada yang datang karena ingin berkunjung ataupun mereka datang hanya sekedar ingin melihat tradisi cemee passili’. Sehingga untuk membedakan antara penonton dengan masyarakat yang datang dari luar biasanya anak muda yang ada di desa Ulo mencat rambut mereka dengan beragam warna. Masyarakat di Desa Ulo sebelum melakukan tradisi cemme passili’ mereka seringkali merangkaikan sebuah perlombaan-perlombaan untuk menambah meriahnya tradisi ini. Perlombaan tersebut dilakukan sebagai ajang sosialisasi kepada masyarakat baik yang ada di Desa Ulo itu sendiri maupun masyarakat yang dari luar.






B.     Prosesi Cemme Passili`
Prosesi pelaksanaan tradisi Cemme Passili’ sangat sederhana seperti yang pertama pembersihan sungai yang akan dijadikan tempat berlangsungnya tradisi Cemme Passili’. Biasanya pembersihan dilakukan 3 hari sebelum pelaksanaan tradisi ini, yaitu hari Jum’at, hari Jum’at dijadikan hari pembersihan karena masyarakat disana mengatakan bahwa hari Jum’at adalah hari berkumpulnya masyarakat karena banyak masyarakat yang pergi melaksanakan Sholat Jum’at sehingga tokoh masyarakat di sana tinggal mengumumkan bahwa hari ini akan dilakukan pembersihan.
Yang kedua pemotongan Kuda sebagai makanan khas di tradisi Cemme Passili’, kuda dijadikan makanan khas karena masyarakat di sana mengatakan bahwa Kuda beda dengan hewan yang lainnya dagingnya tidak ada bauh amisnya, beda dengan hewan yang lainnya yang dagingnya ada bau amisnya. Biasanya Kuda yang dipotong bukan hanya satu rumah tapi masyarakat disana saling berkumpul atau patungan dengan tetangga atau keluarganya supaya tidak membebani meraka, setelah dipotong kuda dibagi-bagikan untuk dimasak serta disuguhkan untuk tamu yang datang melihatnya atau hanya sekedar menyambung silaturahmi dengan mereka.
Yang ketiga masyarakat juga mengumpulkan beppa pitue, yaitu kue yang terbuat dari tepun ketang yang dicampur dengan gula merah, kue tersebut dikumpul di rumah sesepuh adat untuk dilakukan sebuah baca-baca supaya apa yang dilakukan besoknya menjadi sebuah berkah dan tradisi yang mereka lakukan diterima. Beppa pitu’e suatu kue yang berbentuk bulat dan berwana merah kue ini dikatakan beppa pitu’e karena pada waktu masyarakat menganggap bahwa angka tujuh adalah angka keramat sehingga kuenya dinamakan beppa pitu’e.Dan ada juga mengatakan dulu ada tujuh bersaudara dan salah satunya ada yang bersifat laki-laki dan bersifat juga seperti perempuan, sehingga masyarakat menganggap bahwa itu adalah eseorang yang dicari untuk menghindarkan mereka dari bencana tersebut. Ritual Cemme Passili’ dimulai dengan memanjatkan doa yang dilakukan tokoh masyarakat bernama Mappe (Sesepuh adat). Setelah itu dilanjutkan dengan menceburkan para tokoh adat dan kepala desa ke dalam sungai. Kemudian berlanjut oleh seluruh warga yang saling menceburkan diri, baik laki-laki maupun perempuan serta dari berbagai usia.
 Bahkan dalam prosesi ini, tak jarang warga desa terlibat aksi kejar-kejaran untuk berusaha saling menceburkan ke sungai. Pemandangan inilah yang justru menambah kemeriahan tradisi warga Ulo.  Cemme Passili’ wajib dilaksanakan hari Senin karena peristiwa tersebut bertepatan hari Senin. Dan dilaksanakan usai masa panen, sebagai tanda syukur masyarakat atas hasil bumi yang melimpah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN Pencitraan merupakan kumpulan citra ( the collection of images ) yang dipergunakan untuk melukiskan objek dalam...