Kamis, 15 November 2018

HYPER-REALITY ; SISI LAIN MASYARAKAT MAYA


HYPER-REALITY ; SISI LAIN MASYARAKAT  MAYA
Jacques Equll mengatakan,kalau kita ingin menggambarkan zaman ini,maka gambaran yang terbaik untuk dijelaskan mengenai suatu realitas masyarakat adalah masyarakat dengan sistem dengan sistem teknologii yang baik atau masyarakat teknologi. Sedangkan menurut Gaullet untuk mencapai masyarakat teknoologi maka suaatu masyarakat harus memilki sistem teknologi yang baik. Dengan demikian maka fungsi teknologi adalah kunci utama perubahan dimasyarakat.
Dengan demikian,menurut Ellul dan Goulet, teknologi secara fungsional telah menguasai masyarakat bahkan paadaa fungsi yang substansial, seperti mengatur berbagai sitem norma dimasyarakat,umpamanyaa sistem lalu lintas dijalan rraya,sistem komunikasi, senin pertunjukan, dan sebagainya. Dalam dunia media informasi,sistem teknologi juga telah menguasai jalan pikiran masyarakat seperti yang diistilahkan dengan thater of mind. Bahwa siaran-siaran media informaasi secara tidak sengaja telah meninggalkan kesan siaran didalam pikiran pemirsanya. Sehingga suatu saat media media informasi itu dimatikan kesan itu selalu hidup daam pemikiran pemirsa dan membentuk panggung-panggung realitas dalam pikiran mereka.
Jadi,seperti apa seperti apa yang ddigambarkan dalam berbagai cara kerja media yang dapat melihat waktu. Adalah gambaran realitas dalam dunia yang diciptaka olh teknologi. Sehingga gambaran terhadap sebuah dunia yang lebih indah dan lebih bermakna  hanya ada dalam teknologi informasi. Realitas itu dibangun oleh para perancang agenda setting  media berdasarkan kemampuan teknologi  media elektornika serta dipengaruhi oleh lingkungan budaya,dan pandangan tentang alam sekitarnya.
Kemampuan teknologi media elektronika memungkinkan perancang agenda setting  media dapat menciptakan realitas dengan menggunakan satu model produksi oleh Jean Baudrillard disebutnya dengan simulasi,yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa asal-usul atau realitas awal. Halnya ini disebut sebagai (hiper-realitas). Melalui model simulasi,manusia dijebak dalam satu ruang,yaang didasarinya sebagai nyata,meskipun sesungguhnya semu,maya,atau khayalan belaka. Ruang realitas semu itu merupakan antitesis dari representasi,atau seperti apa yang dikatakan oleh Derrida, antitesis itu dapat disebut dengan dekonstruksi terhadap representasi realitas itu sendiri.
Menurut Pilliang, ruang realitas semu itu dapat digambarkan melalui analogi peta. Bila didalam suatu ruang nyata sebuah peta merupakan representasi dari sebuah teritorial,maka didalam model komunikasi, pelah yang mendahului teritorial. Realitas sosial,kebudayaan,politik,kini dibangun berdasarkan model-model peta fantasi yang ditawarkan media informasi. Seperti tokoh kartun Mickey Mouse dan Doraemon. Inilah contoh gambaran model peta simulasi dalam berbagai citra,nilai-nilai dan makna kehidupan sosial,kebudayaan,konflik politik,peperangan yang dibangun dalam masyarakat maya.
Berdasarkan hal tersebut diatas,wacana simulasi adalah teritorial pengetahuan yang dikonstruksikan oleh media informasi melalui pencitraan media,dimana manusia mendiami suatu ruang realitas yang perbedaan antara nyata dan fantasi atau yang benar dengan yang palsu,menjadi sangat tipis. Manusia hidup dalam dunia maya dan kayal . media informasi dan informasi mereka lebih nyata darii pengetahuan manusia tentang sejarah mereka,,dan etika kehidupannya. Namun antara media informasi dan pengtahuan itu sama-sama membentuk sikap,perilaku,dan peradaban umat manusia.[1]

Dengan demikian, keberadaan ruang maya selalu terkait dengan komunitas virtual, yaitu mereka yang saling berinteraksi menggunakan teknologi komputer (cyberspace – cyber community), karena melalui interaksi antar mereka ruang itu tebentuk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Oswald, “The critical component of any definition of cyberspace is the element of community” (Oswald, dalam Holmes, 2005:45). Anggota masyarakat maya tidak terikat secara territorial atau bahkan tidak pernah bertemu muka sekalipun. Melalui sarana virtual mereka ber-interaksi, mempertukarkan makna dan membangun realitas dunia.
Kelompok masyarakat ini diberikan label sebagai virtual communities. Virtual communities are  social aggregation that emerge from the net when enough people carry on those public discussion, with sufficient human feeling, to form webs of personal relationship in cyberspace”  jadi karakteristik dari komunitas secara konvensional namun lebih memusatkan perhatiannya pada proses komunikasi yang berlangsung (on going communication). Anggapan seperti itu sejalan dengan
definisi yang diberikan oleh Hagel dan Amstrong(1997) yang memusatkan perhatianya
pada isi dan aspek-aspek komunikasi.
            Pada ruang baru dimana penggunanya membangun interaksi hingga terbentuklah
suatu masyarakat maya (cybercommunity), maka cyberculture atau budaya maya merujuk
pada seperangkat realitas yang hidup di dalamnya. Dibangun melalui proses pemaknaan
bersama diantara para penggunanya. Tidak seperti tata aturan pengoperasionalan CMC yang bersifat teknis dan berlaku universal, tata nilai social dalam interaksi melalui CMC ini dapat terbentuk secara parsial, dan sangat dipengaruhi oleh konteks social dan budaya dimana teknologi tersebut digunakan. Interaksi dua arah diantara teknologi, pengguna dan konsepsi social budaya dimana teknologi itu digunakan melahirkan karaktersitik dan keunikan makna mengenai teknologi itu sendiri. Ketika teknologi dimaknai secara subyektif dengan latar social budaya penggunanya, maka teknologi itu akan ter-redefinisi dan terekonstruksi sedemikian rupa yang dapat nampak pada perlakuan pengunanya
pada perangkat tersebut. Lebih lanjut, tidak hanya perangkat tersebut yang ter-redefinisi, namun lebih jauh pola perlakuan dan pemaknaan atas perangkat tersebut pada saatnya akan memaknai realitas kehidupan penggunanya.
Memahami budaya maya (cyberculture) berarti mengabungkan antara dunia maya “cyber” dan budaya culture. Christine Hine (2000) mengungkapkan bahwa ruang maya sebagai suatu budaya dan menjadi artefak budaya. Pemahaman mengenai cyberspace menuntut untuk melihat pada beberapa dimensi yang terkait di dalamnya; sebagai material, secara simbolik dan dimensi experial.[2]



DAFTAR PUSTAKA

Bungin,Burhan. Sosiologi Komunikasi,Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.2006.
Prasetyo Hendri, Cyber Community, Cyber Cultures : Arsitektur Sosial Baru Masyarakat Modern. Jurnal. 2(2): 29-38







[1] Lihat Burhan Bungin,Sosiologi komunikasi,Kencana Prenada Media Group,Jakarta,2006,hlm.177,178

[2] Lihat Hendri Prasetyo, Cyber Community, Cyber Cultures : Arsitektur Sosial Baru Masyarakat Modern.Jurnal, 2010,hlm. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN Pencitraan merupakan kumpulan citra ( the collection of images ) yang dipergunakan untuk melukiskan objek dalam...