Selasa, 27 November 2018

SPIRAL OF SILENCE

SPIRAL OF SILENCE
            Teori Spiral Of Silence atau spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth Noelle-Nouman,sosiolog Jerman,pada tahun 1974,teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa,komunikasi antarpribadi,dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat  orang lain dalam masyarakat.[1]
Neumann yang menyatakan bahwa media massa mempunyai dampak yang sangat kuat pada opini publik.
Noelle Neumann menunjukkan bahwa tiga karakteristik komunikasi massa yaitu :
1.      Kumulasi
Kumulasi (cumulation) mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu.
2.      Ubikuitas
Ubikuitas(ubiquity) mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas.
3.       Harmoni
Harmoni (consonance) mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media lain yang berbedabeda. Dampak harmoni adalah untuk mengatasi ekspos selektif karena orang tidak dapat memilih pesan lain dan untuk menyajikan kesan bahwa sebagian besar orang melihat isu dengan cara yang disajikan media.

Ketiga karakteristik ini bergabung untuk menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat. Dalam teori Noelle Neumann, opini publik dibentuk melalui proses yang disebut spiral kesunyian (spiral of silence). Pada sebuah isu kontroversial, orang-orang membentuk kesan-kesan tentang distribusi opini. Mereka mencoba menentukan apakah mereka merupakan mayoritas, dan kemudian mereka mencoba menentukan apakah opini publik sejalan dengan mereka. Apabila mereka merasa dalam minoritas, maka mereka cenderung untuk diam berkenaan dengan isu tersebut. Apabila menurut mereka opini publik berubah menjadi berbeda dengan pendapat mereka, maka mereka cenderung untuk diam berkenaan dengan isu tersebut. Semakin mereka diam, semakin orang lain merasa bahwa sudut pandang tertentu tidak terwakili, dan mereka semakin diam.[2]
Dengan adanya opini publik sebagai dasar dari teori ini, maka berikut adalah pernyataan dari Noelle-Neumann (1991;1993) mengenai asumsi dasar dari teori spiral keheningan.
1.      Masyarakat mengancam individu - individu yang menyimpang dengan adanya isolasi; rasa takut terhadap isolasi sangat berkuasa.
2.      Rasa takut akan isolasi menyebabkan individu-individu untuk setiap saat mencoba menilai iklim opini.
3.      Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik Opini (opinion) adalah ekspresi dari suatu sikap yang sifatnya bervariasi, baik dalam hal intensitas maupun stabilitas.
Nolle-Neumann mendefiniskan opini publik (public opinion) sebagai sikap atau perilaku yang harus di ekspresikan seseorang di hadapan publik jika ia tidak ingin menyebabkan dirinya terisolasi. Pada intinya, opini publik merujuk pada sentimen kolektif dari sebuah populasi terhadap subjek tertentu. Sering kali, media menentukan subjek apa yang menarik bagi orang, dan media sering membuat suatu subjek menjadi kontroversial.
Asumsi pertama menyatakan bahwa Masyarakat dari kelompok mayoritas yang memegang kekuasaan akan memberikan ancaman berupa isolasi terhadap mereka yang dianggap kelompok minoritas. Noelle-Neumann percaya bahwa struktur masyrakat kita bergantung sepenuhnya pada orang-orang yang secara bersama menentukan dan mendukung seperangkat nilai tertentu dan opini publiklah yang menentukan apakah nilai-nilai ini diyakini  secara sama di seluruh populasi.
Asumsi kedua ketika orang sepakat mengenai nilai bersama, maka ketakutan akan isolasi akan berkurang. Namun, ketika terdapat perbedaan nilai atau pendapat, frekuensi ketakutan akan isolasi akan semakin besar.
Elizabeth Blakeslee (2005) dari New York Times menyatakan bahwa, "ketidaknyamanan berdiri sendirian dapat membuat opini mayoritas tampak lebih menarik dibandingkan dengan berpegang pada keyakinan diri sendiri."

Asumsi yang ketiga dari teori ini adalah bahwa perilaku publik dipengaruhi oleh
evaluasi opini publik.
Noelle-Neumann mengemukakan bahwa perilaku publik dapat berupa berbicara mengenai suatu topik atau tetap diam. Manusia enggan mendiskusikan suatu topik yang tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas sehingga Jika individu-individu merasakan
adanya dukungan mengenai suatu topik, maka mereka akan cenderung mengomunikasikan hal itu. Namun, jika mereka merasa bahwa orang lain tidak mendukung suatu topik, maka mereka akan cenderung memilih untuk bungkam. "Kekuatan sinyal suatu kelompok yang lain, merupakan tenaga pendorong yang menggerakkan sebuah spiral".
Teori spiral kesunyian menyatakan bahwa individu mempunyai organ indra yang hampir sama dengan statistik yang digunakan untuk menentukan opini dan cara perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta “opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan” (Noelle Neumann, 1993:202).
Media massa memainkan peranan yang sangat penting dalam spiral kesunyian karena media massa merupakan sumber yang diandalkan orang untuk menemukan distribusi opini publik.
(Noelle Neumann, 1973:108). Media massa dapat berpengaruh dalam spiral kesunyian dalam tiga cara:
1.      media massa membentuk kesantentang opini yang dominan;
2.      media massa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat;
3.      media massa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di depan publik tanpa menjadi tersisih.

Pemikiran teori the spiral of silence pada dasarnya berangkat dari teori pendapat umum (public opinion) khususnya “Fundamental Socialpsycological Thinking” dari Allport (1973) tentang ketergantungan pribadi seseorang terhadap persepsi orang tersebut mengenai pendapat orang-orang lain di sekitarnya. Premis pokok yang mendasari teori ini adalah ketika seseorang mempunyai pandangan yang berbeda atau bertentangan dengan pandangan yang dominan yang dikemukakan media, sementara pandangan orang-orang di sekitarnya juga sama dengan media, maka ia cenderung bersikap “diam” atau mengikuti pendapat yang dominan yang dikemukakan media.[3]

            Untuk memperjelas teori ini bisa diilustrasikan pada kejadian di Indonesia. Di Indonesia, terjadi dua kelompok besar yang setuju dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak. Bagi kelompok yang pro demokrasi dikatakan bahwa demokrasi adalah hasil akhir dan paling baik yang akan mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik di masa datang. Asumsi lainnya, bahwa masyarakat itu adalah pilar utama negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan bagi kelompok penentang demokrasi mengatakan bahwa kita sudah punya cara sendiri dalam mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita punya Pancasila, dan kita adalah bangsa yang mementingkan persatuan. Demokrasi hanya akan mengancam keharmonisan hidup selama ini. Bagi kalangan Islam mengatakan bahwa demokrasi dalam Islam itu sudah ada dan tak perlu mengubahnya.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut berkembang dan “bertarung” baik dalam wacana keseharian atau disebarkan melalui media massa. Baik yang pro dan kontra sama-sama kuat di dalam membentuk opini publik. Namun demikian, sejalan dengan  perkembangan dan perubahan politik dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya yang bisa dikatakan menang. Mereka yang dahulunya, menolak demokrasi mulai melunak. Para intelektual muslim yang dahulu menolak demokrasi kemudian mengatakan menerima demokrasi karena dalam Islam juga ada demokrasi atau karena Islam dan demokrasi tidak bertolak belakang. Sementara kelompok yang dahulunya penentang demokrasi lebih memilih diam. Sebab, mayoritas opini yang berkembang adalah mendukung pelaksanaan demokrasi di Indonesia.[4]



DAFTAR PUSTAKA

Bungin,Burhan. Sosiologi Komunikasi,Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.2006.
Duku Sumaina. Dampak media, penentuan agenda (agenda setting), dan teori The spiral of silence. Jurnal, 28(15) : 121-131
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa,Jakarta: Rajawali Pers. 2012





[1] Lihat Burhan Bungin,Sosiologi komunikasi,Kencana Prenada Media Group,Jakarta,2006,hlm.288.
[2] Lihat Sumaina Duku, Dampak media, penentuan agenda (agenda setting), dan teori The spiral of silenc,Jurnal,2014,hlm. 129
[3] Lihat Sumaina Duku, Dampak media, penentuan agenda (agenda setting), dan teori The spiral of silenc,Jurnal,2014,hlm. 129,130.
[4] Lihat Nurudin,Pengantar Komunikasi Massa,Rajawali Pers,Jakarta,2012,hlm. 85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN Pencitraan merupakan kumpulan citra ( the collection of images ) yang dipergunakan untuk melukiskan objek dalam...