SPIRAL OF
SILENCE
Teori Spiral Of Silence atau
spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya
pendapat umum. Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth Noelle-Nouman,sosiolog
Jerman,pada tahun 1974,teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan
tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi
massa,komunikasi antarpribadi,dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri
dalam hubungannya dengan pendapat orang
lain dalam masyarakat.[1]
Neumann
yang menyatakan bahwa media massa mempunyai dampak yang sangat kuat pada opini
publik.
Noelle
Neumann menunjukkan bahwa tiga karakteristik komunikasi massa yaitu :
1.
Kumulasi
Kumulasi
(cumulation) mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara
perlahan-lahan dari waktu ke waktu.
2.
Ubikuitas
Ubikuitas(ubiquity)
mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas.
3.
Harmoni
Harmoni (consonance) mengacu pada
gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering
kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media
lain yang berbedabeda. Dampak harmoni adalah untuk mengatasi ekspos selektif
karena orang tidak dapat memilih pesan lain dan untuk menyajikan kesan bahwa
sebagian besar orang melihat isu dengan cara yang disajikan media.
Ketiga
karakteristik ini bergabung untuk menghasilkan dampak pada opini publik yang
sangat kuat. Dalam teori Noelle Neumann, opini publik dibentuk melalui proses yang
disebut spiral kesunyian (spiral of silence). Pada sebuah isu kontroversial,
orang-orang membentuk kesan-kesan tentang distribusi opini. Mereka mencoba
menentukan apakah mereka merupakan mayoritas, dan kemudian mereka mencoba
menentukan apakah opini publik sejalan dengan mereka. Apabila mereka merasa
dalam minoritas, maka mereka cenderung untuk diam berkenaan dengan isu
tersebut. Apabila menurut mereka opini publik berubah menjadi berbeda dengan
pendapat mereka, maka mereka cenderung untuk diam berkenaan dengan isu tersebut.
Semakin mereka diam, semakin orang lain merasa bahwa sudut pandang tertentu
tidak terwakili, dan mereka semakin diam.[2]
Dengan adanya opini publik sebagai dasar dari teori ini, maka
berikut adalah pernyataan dari Noelle-Neumann (1991;1993) mengenai asumsi dasar
dari teori spiral keheningan.
1.
Masyarakat mengancam individu -
individu yang menyimpang dengan adanya isolasi; rasa takut terhadap isolasi
sangat berkuasa.
2.
Rasa takut akan isolasi menyebabkan
individu-individu untuk setiap saat mencoba menilai iklim opini.
3.
Perilaku publik dipengaruhi oleh
penilaian akan opini publik Opini (opinion) adalah ekspresi dari suatu sikap
yang sifatnya bervariasi, baik dalam hal intensitas maupun stabilitas.
Nolle-Neumann mendefiniskan opini publik (public opinion)
sebagai sikap atau perilaku yang harus di ekspresikan seseorang di hadapan
publik jika ia tidak ingin menyebabkan dirinya terisolasi. Pada intinya, opini
publik merujuk pada sentimen kolektif dari sebuah populasi terhadap subjek
tertentu. Sering kali, media menentukan subjek apa yang menarik bagi orang, dan
media sering membuat suatu subjek menjadi kontroversial.
Asumsi pertama menyatakan bahwa Masyarakat dari kelompok mayoritas
yang memegang kekuasaan akan memberikan ancaman berupa isolasi terhadap mereka
yang dianggap kelompok minoritas. Noelle-Neumann percaya bahwa struktur
masyrakat kita bergantung sepenuhnya pada orang-orang yang secara bersama
menentukan dan mendukung seperangkat nilai tertentu dan opini publiklah yang
menentukan apakah nilai-nilai ini diyakini
secara sama di seluruh populasi.
Asumsi kedua ketika orang sepakat mengenai nilai bersama, maka
ketakutan akan isolasi akan berkurang. Namun, ketika terdapat perbedaan nilai
atau pendapat, frekuensi ketakutan akan isolasi akan semakin besar.
Elizabeth Blakeslee (2005) dari New York Times menyatakan bahwa, "ketidaknyamanan
berdiri sendirian dapat membuat opini mayoritas tampak lebih menarik dibandingkan
dengan berpegang pada keyakinan diri sendiri."
Asumsi yang ketiga dari teori ini adalah bahwa perilaku publik
dipengaruhi oleh
evaluasi opini
publik.
Noelle-Neumann mengemukakan bahwa perilaku publik dapat berupa berbicara
mengenai suatu topik atau tetap diam. Manusia enggan mendiskusikan suatu topik yang
tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas sehingga Jika individu-individu
merasakan
adanya dukungan
mengenai suatu topik, maka mereka akan cenderung mengomunikasikan hal itu.
Namun, jika mereka merasa bahwa orang lain tidak mendukung suatu topik, maka
mereka akan cenderung memilih untuk bungkam. "Kekuatan sinyal suatu
kelompok yang lain, merupakan tenaga pendorong yang menggerakkan sebuah
spiral".
Teori spiral kesunyian menyatakan bahwa individu mempunyai organ indra
yang hampir sama dengan statistik yang digunakan untuk menentukan opini dan
cara perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka,
serta “opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan”
(Noelle Neumann, 1993:202).
Media massa memainkan peranan yang sangat penting dalam spiral kesunyian
karena media massa merupakan sumber yang diandalkan orang untuk menemukan
distribusi opini publik.
(Noelle Neumann, 1973:108). Media massa dapat berpengaruh dalam
spiral kesunyian dalam tiga cara:
1.
media massa membentuk kesantentang
opini yang dominan;
2.
media massa membentuk kesan tentang opini
mana yang sedang meningkat;
3.
media massa membentuk kesan tentang
opini mana yang dapat disampaikan di depan publik tanpa menjadi tersisih.
Pemikiran teori the spiral of silence pada dasarnya berangkat dari teori
pendapat umum (public opinion) khususnya “Fundamental Socialpsycological
Thinking” dari Allport (1973) tentang ketergantungan pribadi seseorang terhadap
persepsi orang tersebut mengenai pendapat orang-orang lain di sekitarnya. Premis
pokok yang mendasari teori ini adalah ketika seseorang mempunyai pandangan yang
berbeda atau bertentangan dengan pandangan yang dominan yang dikemukakan media,
sementara pandangan orang-orang di sekitarnya juga sama dengan media, maka ia
cenderung bersikap “diam” atau mengikuti pendapat yang dominan yang dikemukakan
media.[3]
Untuk memperjelas teori ini bisa diilustrasikan pada
kejadian di Indonesia. Di Indonesia, terjadi dua kelompok besar yang setuju
dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak. Bagi kelompok yang pro demokrasi
dikatakan bahwa demokrasi adalah hasil akhir dan paling baik yang akan
mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik di masa datang.
Asumsi lainnya, bahwa masyarakat itu adalah pilar utama negara, maka demokrasi
harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan bagi kelompok
penentang demokrasi mengatakan bahwa kita sudah punya cara sendiri dalam
mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita punya Pancasila, dan kita adalah
bangsa yang mementingkan persatuan. Demokrasi hanya akan mengancam keharmonisan
hidup selama ini. Bagi kalangan Islam mengatakan bahwa demokrasi dalam Islam
itu sudah ada dan tak perlu mengubahnya.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut berkembang dan
“bertarung” baik dalam wacana keseharian atau disebarkan melalui media massa. Baik
yang pro dan kontra sama-sama kuat di dalam membentuk opini publik. Namun
demikian, sejalan dengan perkembangan
dan perubahan politik dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya yang bisa
dikatakan menang. Mereka yang dahulunya, menolak demokrasi mulai melunak. Para
intelektual muslim yang dahulu menolak demokrasi kemudian mengatakan menerima
demokrasi karena dalam Islam juga ada demokrasi atau karena Islam dan demokrasi
tidak bertolak belakang. Sementara kelompok yang dahulunya penentang demokrasi
lebih memilih diam. Sebab, mayoritas opini yang berkembang adalah mendukung
pelaksanaan demokrasi di Indonesia.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Bungin,Burhan.
Sosiologi Komunikasi,Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.2006.
Duku
Sumaina. Dampak media, penentuan agenda (agenda setting), dan teori The
spiral of silence. Jurnal, 28(15) : 121-131
Nurudin.
Pengantar Komunikasi Massa,Jakarta: Rajawali Pers. 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar