Selasa, 27 November 2018

INFORMATION GAPS

INFORMATION GAPS
A.     Information Gaps
Information Gaps (celah/kesenjangan informasi) yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perbedaan pemilikan informasi oleh masyarakat, baik pada tingkat makro (sebuah negara, atau masyarakat), maupun pada tingkat mikro (individu). Dalam berbagai literatur ilmu komunikasi, ada yang menyebut kesenjangan informasi sebagai knowleedge gap (kesenjangan pengetahuan) yang lebih merujuk kepada kesenjangan informasi pada tingkat mikro, ada juga yang menyebutnya dengan information imbalance (ketidakseimbangan informasi) yang menekankan kesenjangan informasi pada tingkat makro.[1]
B.      Sejarah Lahir Teori Information Gaps dan Tokoh-Tokohnya

Yang melatarbekangi lahirnya Teori Information Gaps atau Knowledge Gaps ini adalah akibat adanya arus informasi yang terus meningkat. Sebagian besar information gaps itu disebabkan oleh media massa. Secara teoritis peningkatan ini akan menguntungkan setiap orang dalam masyarakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya atau di dunia. Hal ini tentunya akan membantu diri seseorang dalam memperluas wawasan. Meskipun demikian, sejumlah peneliti menunjukkan bahwa peningkatan arus informasi seringkali menghasilkan efek negatif.
Peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan jauh meninggalkan/melebihi kelompok lainnya. Dalam hal ini information gaps atau knowledge gaps akan terus terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara kelompok sosial yang satu dengan yang lainnya tentang pengetahuan berkenaan topik tertentu.
Tokoh yang pertama sekali menyampaikan Teori Information Gaps ini adalah Phillip Tichenor, Donohoue, dan Olien pada tahun 1970 dalam sebuah artikel yang diberi judul “Arus media massa dan pertumbuhan deferensial dalam ilmu pengetahuan”. Mereka ini merupakan sebuah tim peneliti Universitas Minnesota Amerika Serikat. Tokoh lain yang lebih senada dengan pelapor Teori Information Gaps yaitu Everett M.Rogers (1976).


Philip Ticheor (1970) yang mewakili pemikiran tentang knowledge gaps,dengan menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial meningkat,akan melebarkan celah pengetahuan diantara sistem sosial yang berbeda dimasyarakat. Sementara itu,Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut dengan mengatakan bahwa,informasi bukan hanya yang menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Menurutnya komunikasi massa bukan satu0-stunya penyebab terjadinya gaps tersebut,karena efek yang serupa juga terjadi pada komunikasi langsung antar-individu.[2]

C.      Pendapat Asas Teori Information Gaps
Pendapat asas dari Teori Information Gaps yang dipelopori oleh Philip Tichenor, Donohue dan Olien adalah menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial meningkat, maka mereka yang berpendidikan tinggi dan yang status sosial ekonominya lebih baik, akan lebih mudah, cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan mereka yang kurang pendidikan dengan status sosial ekonominya lebih rendah. Mareka manyatakan bahwa meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya jurang/celah pengetahuan daripada mempersempitnya. Asumsi Tichernor dan kawan-kawannya diperkuat lagi oleh tokoh lain yaitu Everett M. Rogers (1976) yang mengatakan bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps tersebut, karena komunikasi langsung antar individu dapat memiliki efek yang serupa.[3]
Untuk tujuan pengujian, Techenor dkk kemudian mengatakan hipotesis kesenjangan pengatahuan dapat dinyatakan dengan dua cara:
1.      Dari waktu ke waktu, pemerolehan pengetahuan tentang topik yang banyak sekali dipublikasikan akan berjalan pada tingkat yang lebih cepat di antara orang-orang yang mempunyai pendidikan yang lebih baik daripada di antara orang-orang yang berpendidikan kurang
2.      Pada waktu tertentu, seharusnya terdapat korelasi yang lebih tinggi antara pemerolehan ilmu pengetahuan dan pendidikan untuk topik-topik yang banyak sekali dipublikasikan di media daripada untuk topik-topik yang kurang banyak dipublikasikan.
Dalam pembuktian hal ini mereka pertama-tama memberikan suatu data kecenderungan waktu. Kemudian mereka merangkum suatu data yang dikumpulkan oleh American Institute of Public Opinion selama beberapa kali yang pertanyaannya tentang apakah masyarakat percaya manusia akan mencapai bulan dalam waktu mendatang yang dapat diduga. Dari empat kali pengumpulan data, ditemukan kesenjangan yang sangat berarti antara yang berpendidikan tinggi dengan yang rendah.
Lebih lajut Tichenor dkk mengungkapkan lima alasan untuk membuktikan mengapa asumsi mereka tentang kesenjangan informasi itu benar.
1.      Terdapat perbedaan ketrampilan komunikasi antara meraka dari status sosial ekonomi rendah dengan mereka dari status sosial ekonomi tinggi.
2.      Terdapat perbedaan antara jumlah informasi yang disimpan atau latar belakang ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
3.      Orang dari status sosial ekonomi lebih tinggi mungkin mempunyai lebih banyak hubungan sosial yang relevan.
4.      Mekanisme pajanan, penerimaan, daya ingat selektif mungkin berfungsi.
5.      Sifat dari sistem media massa itu sendiri adalah bahwa dia disesuaikan dengan orang-orang dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi.[4]

D.     Kesenjangan Informasi Makro dan Mikro

Kesenjangan informasi dapat terjadi pada tingkat mikro (individu),ataupun pada tingkat makro (masyarakat negara/bangsa). Kesenjangan informasi ditingkat mikro ditunjukkan dengan kesenjangan pengetahuan yang dimiliki olehmasing-masing pribadi. Sedangkan kesenjangan informasi pada tingkat makro ditandai oleh aliran informasi kedalam sistem sosial dan negara. Analisis mengenai kesenjangan informasi ini didasarkan kepada pandangan Hamelink untuk tingkat makro dan Tichenor untuk tingkat mikro.[5]

E.       Aplikasi Teori Information Gaps Dalam Penelitian
Pemikiran Tichenor, Donohue dan Olien tentang information gaps di atas sangat mungkin diaplikasikan dalam penelitian. Hal ini terlihat bahwa pemikiran mereka tentang information gaps tersebut dijadikan sebagai sumber inspirasi oleh banyak peniliti berikutnya yang menaruh perhatian tentang pemikiran tersebut. Diantara mereka, ada yang melihat kesenjangan informasi di tingkat makro dan ada yang melihat kesenjangan
informasi di tingkat mikro.
Pada tahun 1976 sebagaimana tersebut di atas, Everett Rogers memperkuat asumsi yang dikembangkan oleh Tichenor dan kawan-kawannya. Pada tahun 1979, Thunberg mengemukakan pendapat sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tichenor. Ia mengatakan bahwa kesenjangan yang pada awalnya melebar pada kelompok sosial yang  status sosial ekonominya lebih rendah akan tertutupi ketika kelompok tersebut menyusulnya jika memiliki akses yang lebih baik dari sebelumnya. Model ini sering  disebut dengan “ceiling efect”. Efek ini terjadi jika potensi informasi mengenai suatu topik tertentu adalah terbatas atau tidak berlanjut. Efek ini juga bisa terjadi jika kelompok potensial tidak termotivasi lagi untuk mencari informasi mengenai topik tertentu sementar kelompok kurang potensial masih termotivasi. Berkenaan dengan pemikiran di atas, Wayne Wanta dan William Elliot (1995) meneliti pengetahuan publik mengenai informasi yang berhubungan dengan AIDS pasca Magic Johnson, bintang dari tim basket Los Angeles Lakers mengumumkan bahwa dirinya positif terkena HIV pada November 1991.
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya kesenjangan informasi atau menyempit kesenjangan atau bukan melebar, antara masyarakat yang pendidikannya tinggi dengan yang rendah. Hal ini dikarenakan pemerolehan pengetahuan tentang AIDS sudah sama pasca pengumuman Johnson tersebut. Donohue sebenarnya pada tahun 1975 sebelum Thunberg, sudah pernah menyampaikan ketidak setujuannya tentang model ini dengan mengatakan bahwa tidak semua gaps dapat ditutupi.
Hamelink dalam tulisannya yang berjudul “Information Imbalance” (dalam Downing, et al., 1990: 2017-228), menyatakan bahwa kajian komunikasi internasional memberikan perhatian yang cukup besar kepada ketidakseimbangan aliran produk media seperti berita, dan film-televisi. Namum demikian perhatian kurang diberikan kepada ketidakseimbangan informasi dalam bidang ekonomi antara negara-negara inti (core nations, yaitu negara industri dan kaya) dengan negara-negara pingggiran (peripheral nations, yaitu negara-negara miskin). Unesco dalam hal ini juga mencatat berbagai gambaran ketidakseimbangan keadaan dunia pada tahun 1994, diantaranya adalah negaranegara pinggiran hanya menguasai 4 persen perangkat lunak komputer, dan dari 700 juta telepon, 75 persen berada di 9 negara kaya, negara-negara miskin menguasai kurang dari 10 persen, dan di daerah pedasaan kurang dari 1 telepon untuk setiap 1000 penduduk.
Pada tahun 1991, Pan dan McLeod menghendaki perkembangan teoritis hipotesis
kesenjangan pengetahuan yang lebih baik. Mereka menyatakan bahwa riset kesenjangan
pengetahuan sudah maju pada dua tingkat yaitu mikro atau individu dan makro atau sosial. Para peneliti menghendaki agar teori diperluas dengan merumuskan hubungan-hubunganantara variabel-variabel pada tingkat individu dan sosial. Misalnya, penelitian pada tingkat sosial menunjukkan bahwa konflik masyarakat membatasi pilihan editor berkenaan dengan liputan isu-isu kontroversial. Tetapi penelitian tersebut dapat diperluas dengan mengkaji proses kognitif editor secara individu, termasuk pengaruh kode-kode dan nilai-nilai profesional yang telah menjadi internal. Mereka menginginkan penelitain kesenjangan pengetahuan berusaha menjelaskan hubungan antara sebab-sebab kesenjangan yang paling sering dikutip seperti pendidikan, ekonomi dan minat atau motivasi. Gonove dan Greenberg (1981) dalam penelitiannya menemukan bahwa motivasi lebih kuat dari pendidikan. Viswanath dkk (1993), menemukan bahwa motivasi dan pendidikan bertindak bersama dengan variabel-variabel lain untuk memengaruhi tingkat ilmu pengetahuan.
Gaziano (1997) menemukan kesenjangan dalam ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan kesenjangan dalam penghasilan. Hal lain yang menarik dari aplikasi Teori Information Gaps dalam penelitian adalah yang dilakukan oleh Gaziano (1997). Dia mengkaji hampir 100 penelitian kesenjangan pengetahuan dan menemukan bahwa sebagian besar dari penelitian itu adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu titik waktu. Dia hanya menemukan sedikit penelitian yang benar-benar mendokumentasikan perubahan dari waktu ke waktu.[6]



F.      Kekuatan Teori Information Gaps
Kekuatan teori ini hampir tidak ditemukan karena banyak peneliti lain setelah teori ini dikemukakan mempunyai pendapat berbeda dengan pelopor teori ini. Setidaknya
kekuatan teori ini ada karena bisa dijadikan sebagai dasar pengembangan Teori Information Gaps seperti yang dilakukan oleh banyak peneliti setelah Tichenor, Donohue
dan Olien sebagai pelopor teori tersebut. Mengkritik dan mengembangkan apa yang sudah diciptakan oleh lebih mudah dari membuat yang baru. Lebih lanjut Teori Information Gaps ini sudah sangat cocok untuk melihat tingkat kesenjangan informasi dalam masyarakat yang terkait dengan tingkat pendidikan dan perekonomian (sisi penerima informasi saja).
Dalam hal kekuatan Teoti Information Gaps ini, Baran dengan sangat optimis
mengungkapkan 4 (empat) kekuatan teori ini yaitu:
1.      Mengidentifikasikan celah yang berpotensi mengganggu di antara kelompk;
2.      Memberikan ide untuk mengatasi celah;
3.       Mendorong timbal-balik dan aktivitas khalayak dalam komunikasi;
4.      Dibangun dalam teori sistem

G.    Kelemahan Teori Information Gaps
Dervin (1980) mengkritik teori kesenjangan informasi karena didasarkan pada paradigma komunikasi tradisional yaitu sumber-mengirimkan-pesan-ke-penerima. Dervin mengatakan bahwa pendekatan ini menyebabkan sindrom “menyalahkan korban”. Dia menyatakan agar kampanye komunikasi (dan riset komunikasi) lebih didasarkan pada pengguna Dalam hal kelemahan, Baran juga mengungkapkan beberapa kelemahan Teori Information Gaps sebagai berikut:
1.      Mengasumsikan celah sebagai sebuah disfungsi; tidak semua setuju;
2.      Membatasi fokus terhadap celah yang melibatkan koflik sosial dan berita; dan
3.       Tidak dapat menunjukkan alasan mendasar dari celah (misalnya sekolah yang jelek atau akses kepada sumber inforrmasi yang terbatas).
Kelemahan Teori Information Gaps ini adalah hanya melihat tingkat kesenjangan informasi berkaitan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi saja, tapi tidak melihat banyak faktor lain seperti biologis, geografis, agama, profesi, kelompok dan lain-lain. Analisis tingkat pendidikan dan ekonomi penerima informasi serta beberapa faktor tambahan di atas perlu diperhatikan dan sangat cocok dengan Analisis tentang masyarakat yang ditulis oleh Lathief Rousydiy.
Secara geografis, seseorang yang kaya dan pendidikannya tinggi kemudian tinggal di wilayah pegunungan yang sulit terjangkau media massa pasti juga merupakan sebab terjadinya kesenjangan informasi. Dari segi agama, seseorang yang kaya dan pendidikannya tinggi serta beragama Islam tidak akan menonton serta tidak membiarkan anak-anaknya menonton televisi sekiranya ada informasi tentang ilmu pengetahuan tertentu tapi diselipkan misi kristen, begitulah seterusnya berkaitan dengan faktor-faktor yang lain di atas serta kemungkinan ada faktor lain yang lebih banyak lagi. Teori Information Gaps ini lebih menyudutkan masyarakat penerima informasi karena tingkat kesenjangan yang dilihat hanya sepihak yaitu sisi penerima informasi tapi tidak dilihat dari sisi penyedia informasi seperti disebutkan Dervin di atas.[7]




DAFTAR PUSTAKA

Bungin,Burhan. Sosiologi Komunikasi,Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.2006.
Ratnasari Anne. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi. Jurnal Mediator. 5(2) : 327-326
Yusri. Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps). Jurnal Al-Bayan. 19(27) : 67-76





[1] Lihat Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps),Jurnal  Al-Bayan,2013,hlm.68
[2] Lihat Burhan Bungin,Sosiologi komunikasi,Kencana Prenada Media Group,Jakarta,2006,hlm.289.291.
[3] Lihat Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps),Jurnal  Al-Bayan,2013,hlm.69
[4] Lihat Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps),Jurnal  Al-Bayan,2013,hlm.70.71.
[5] Lihat Anne Ratnasari, Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi, Jurnal Mediator,2004,hlm. 330
[6] Lihat Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps),Jurnal  Al-Bayan,2013,hlm.71-73.
[7] Lihat Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps),Jurnal  Al-Bayan,2013,hlm.73-74.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN

CITRA KEKERASAN PEREMPUAN Pencitraan merupakan kumpulan citra ( the collection of images ) yang dipergunakan untuk melukiskan objek dalam...