INFORMATION
GAPS
A.
Information Gaps
Information
Gaps (celah/kesenjangan
informasi) yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perbedaan pemilikan informasi
oleh masyarakat, baik pada tingkat makro (sebuah negara, atau masyarakat),
maupun pada tingkat mikro (individu). Dalam berbagai literatur ilmu komunikasi,
ada yang menyebut kesenjangan informasi sebagai knowleedge gap (kesenjangan
pengetahuan) yang lebih merujuk kepada kesenjangan informasi pada tingkat
mikro, ada juga yang menyebutnya dengan information imbalance (ketidakseimbangan
informasi) yang menekankan kesenjangan informasi pada tingkat makro.[1]
B. Sejarah
Lahir Teori Information Gaps dan Tokoh-Tokohnya
Yang
melatarbekangi lahirnya Teori Information Gaps atau Knowledge Gaps ini
adalah akibat adanya arus informasi yang terus meningkat. Sebagian besar information
gaps itu disebabkan oleh media massa. Secara teoritis peningkatan ini
akan menguntungkan setiap orang dalam masyarakat karena setiap individu
memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya atau di
dunia. Hal ini tentunya akan membantu diri seseorang dalam memperluas wawasan. Meskipun
demikian, sejumlah peneliti menunjukkan bahwa peningkatan arus informasi
seringkali menghasilkan efek negatif.
Peningkatan
pengetahuan pada kelompok tertentu akan jauh meninggalkan/melebihi kelompok
lainnya. Dalam hal ini information gaps atau knowledge gaps akan
terus terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara kelompok
sosial yang satu dengan yang lainnya tentang pengetahuan berkenaan topik
tertentu.
Tokoh
yang pertama sekali menyampaikan Teori Information Gaps ini adalah Phillip
Tichenor, Donohoue, dan Olien pada tahun 1970 dalam sebuah artikel yang diberi judul
“Arus media massa dan pertumbuhan deferensial dalam ilmu pengetahuan”. Mereka
ini merupakan sebuah tim peneliti Universitas Minnesota Amerika Serikat. Tokoh
lain yang lebih senada dengan pelapor Teori Information Gaps yaitu Everett
M.Rogers
(1976).
Philip
Ticheor (1970) yang mewakili pemikiran tentang knowledge gaps,dengan
menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial
meningkat,akan melebarkan celah pengetahuan diantara sistem sosial yang berbeda
dimasyarakat. Sementara itu,Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut
dengan mengatakan bahwa,informasi bukan hanya yang menghasilkan melebarnya knowledge
gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Menurutnya komunikasi massa bukan satu0-stunya penyebab terjadinya gaps tersebut,karena
efek yang serupa juga terjadi pada komunikasi langsung antar-individu.[2]
C. Pendapat
Asas Teori Information Gaps
Pendapat
asas dari Teori Information Gaps yang dipelopori oleh Philip Tichenor, Donohue
dan Olien adalah menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial
meningkat, maka mereka yang berpendidikan tinggi dan yang status sosial ekonominya
lebih baik, akan lebih mudah, cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan
mereka yang kurang pendidikan dengan status sosial ekonominya lebih rendah.
Mareka manyatakan bahwa meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya
jurang/celah pengetahuan daripada mempersempitnya. Asumsi Tichernor dan kawan-kawannya
diperkuat lagi oleh tokoh lain yaitu Everett M. Rogers (1976) yang mengatakan
bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi
juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Lebih lanjut dia
mengatakan bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps
tersebut, karena komunikasi langsung antar individu dapat memiliki efek yang
serupa.[3]
Untuk
tujuan pengujian, Techenor dkk kemudian mengatakan hipotesis kesenjangan
pengatahuan dapat dinyatakan dengan dua cara:
1.
Dari waktu ke waktu, pemerolehan pengetahuan tentang
topik yang banyak sekali dipublikasikan akan berjalan pada tingkat yang lebih
cepat di antara orang-orang yang mempunyai pendidikan yang lebih baik daripada
di antara orang-orang yang berpendidikan kurang
2.
Pada waktu tertentu, seharusnya terdapat korelasi
yang lebih tinggi antara pemerolehan ilmu pengetahuan dan pendidikan untuk
topik-topik yang banyak sekali dipublikasikan di media daripada untuk
topik-topik yang kurang banyak dipublikasikan.
Dalam
pembuktian hal ini mereka pertama-tama memberikan suatu data kecenderungan
waktu. Kemudian mereka merangkum suatu data yang dikumpulkan oleh American
Institute of Public Opinion selama beberapa kali yang pertanyaannya tentang apakah
masyarakat percaya manusia akan mencapai bulan dalam waktu mendatang yang dapat
diduga. Dari empat kali pengumpulan data, ditemukan kesenjangan yang sangat berarti
antara yang berpendidikan tinggi dengan yang rendah.
Lebih
lajut Tichenor dkk mengungkapkan lima alasan untuk membuktikan mengapa asumsi
mereka tentang kesenjangan informasi itu benar.
1.
Terdapat perbedaan ketrampilan komunikasi antara
meraka dari status sosial ekonomi rendah dengan mereka dari status sosial
ekonomi tinggi.
2.
Terdapat perbedaan antara jumlah informasi yang
disimpan atau latar belakang ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
3.
Orang dari status sosial ekonomi lebih tinggi
mungkin mempunyai lebih banyak hubungan sosial yang relevan.
4.
Mekanisme pajanan, penerimaan, daya ingat selektif
mungkin berfungsi.
5.
Sifat dari sistem media massa itu sendiri adalah
bahwa dia disesuaikan dengan orang-orang dari status sosial ekonomi yang lebih
tinggi.[4]
D.
Kesenjangan Informasi Makro dan
Mikro
Kesenjangan
informasi dapat terjadi pada tingkat mikro (individu),ataupun pada tingkat
makro (masyarakat negara/bangsa). Kesenjangan informasi ditingkat mikro
ditunjukkan dengan kesenjangan pengetahuan yang dimiliki olehmasing-masing
pribadi. Sedangkan kesenjangan informasi pada tingkat makro ditandai oleh
aliran informasi kedalam sistem sosial dan negara. Analisis mengenai
kesenjangan informasi ini didasarkan kepada pandangan Hamelink untuk tingkat
makro dan Tichenor untuk tingkat mikro.[5]
E.
Aplikasi Teori Information Gaps Dalam Penelitian
Pemikiran
Tichenor, Donohue dan Olien tentang information gaps di atas sangat mungkin
diaplikasikan dalam penelitian. Hal ini terlihat bahwa pemikiran mereka tentang
information gaps tersebut dijadikan sebagai sumber inspirasi oleh banyak
peniliti berikutnya yang menaruh perhatian tentang pemikiran tersebut. Diantara
mereka, ada yang melihat kesenjangan informasi di tingkat makro dan ada yang
melihat kesenjangan
informasi di tingkat mikro.
Pada
tahun 1976 sebagaimana tersebut di atas, Everett Rogers memperkuat asumsi yang
dikembangkan oleh Tichenor dan kawan-kawannya. Pada tahun 1979, Thunberg mengemukakan
pendapat sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tichenor. Ia mengatakan
bahwa kesenjangan yang pada awalnya melebar pada kelompok sosial yang status sosial ekonominya lebih rendah akan
tertutupi ketika kelompok tersebut menyusulnya jika memiliki akses yang lebih
baik dari sebelumnya. Model ini sering disebut
dengan “ceiling efect”. Efek ini terjadi jika potensi informasi mengenai
suatu topik tertentu adalah terbatas atau tidak berlanjut. Efek ini juga bisa
terjadi jika kelompok potensial tidak termotivasi lagi untuk mencari informasi
mengenai topik tertentu sementar kelompok kurang potensial masih termotivasi.
Berkenaan dengan pemikiran di atas, Wayne Wanta dan William Elliot (1995)
meneliti pengetahuan publik mengenai informasi yang berhubungan dengan AIDS
pasca Magic Johnson, bintang dari tim basket Los Angeles Lakers mengumumkan
bahwa dirinya positif terkena HIV pada November 1991.
Hasil
penelitian menunjukkan tidak adanya kesenjangan informasi atau menyempit kesenjangan
atau bukan melebar, antara masyarakat yang pendidikannya tinggi dengan yang
rendah. Hal ini dikarenakan pemerolehan pengetahuan tentang AIDS sudah sama pasca
pengumuman Johnson tersebut. Donohue sebenarnya pada tahun 1975 sebelum Thunberg,
sudah pernah menyampaikan ketidak setujuannya tentang model ini dengan mengatakan
bahwa tidak semua gaps dapat ditutupi.
Hamelink
dalam tulisannya yang berjudul “Information Imbalance” (dalam Downing,
et al., 1990: 2017-228), menyatakan bahwa kajian komunikasi internasional memberikan
perhatian yang cukup besar kepada ketidakseimbangan aliran produk media seperti
berita, dan film-televisi. Namum demikian perhatian kurang diberikan kepada ketidakseimbangan
informasi dalam bidang ekonomi antara negara-negara inti (core nations,
yaitu negara industri dan kaya) dengan negara-negara pingggiran (peripheral
nations, yaitu negara-negara miskin). Unesco dalam hal ini juga mencatat
berbagai gambaran ketidakseimbangan keadaan dunia pada tahun 1994, diantaranya
adalah negaranegara pinggiran hanya menguasai 4 persen perangkat lunak
komputer, dan dari 700 juta telepon, 75 persen berada di 9 negara kaya,
negara-negara miskin menguasai kurang dari 10 persen, dan di daerah pedasaan
kurang dari 1 telepon untuk setiap 1000 penduduk.
Pada
tahun 1991, Pan dan McLeod menghendaki perkembangan teoritis hipotesis
kesenjangan pengetahuan yang
lebih baik. Mereka menyatakan bahwa riset kesenjangan
pengetahuan sudah maju pada dua
tingkat yaitu mikro atau individu dan makro atau sosial. Para peneliti
menghendaki agar teori diperluas dengan merumuskan hubungan-hubunganantara
variabel-variabel pada tingkat individu dan sosial. Misalnya, penelitian pada
tingkat sosial menunjukkan bahwa konflik masyarakat membatasi pilihan editor
berkenaan dengan liputan isu-isu kontroversial. Tetapi penelitian tersebut dapat
diperluas dengan mengkaji proses kognitif editor secara individu, termasuk pengaruh
kode-kode dan nilai-nilai profesional yang telah menjadi internal. Mereka menginginkan
penelitain kesenjangan pengetahuan berusaha menjelaskan hubungan antara sebab-sebab
kesenjangan yang paling sering dikutip seperti pendidikan, ekonomi dan minat
atau motivasi. Gonove dan Greenberg (1981) dalam penelitiannya menemukan bahwa
motivasi lebih kuat dari pendidikan. Viswanath dkk (1993), menemukan bahwa
motivasi dan pendidikan bertindak bersama dengan variabel-variabel lain untuk
memengaruhi tingkat ilmu pengetahuan.
Gaziano
(1997) menemukan kesenjangan dalam ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan
kesenjangan dalam penghasilan. Hal lain yang menarik dari aplikasi Teori Information
Gaps dalam penelitian adalah yang dilakukan oleh Gaziano (1997). Dia
mengkaji hampir 100 penelitian kesenjangan pengetahuan dan menemukan bahwa sebagian
besar dari penelitian itu adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu titik
waktu. Dia hanya menemukan sedikit penelitian yang benar-benar
mendokumentasikan perubahan dari waktu ke waktu.[6]
F.
Kekuatan Teori Information Gaps
Kekuatan
teori ini hampir tidak ditemukan karena banyak peneliti lain setelah teori ini
dikemukakan mempunyai pendapat berbeda dengan pelopor teori ini. Setidaknya
kekuatan teori ini ada karena
bisa dijadikan sebagai dasar pengembangan Teori Information Gaps seperti
yang dilakukan oleh banyak peneliti setelah Tichenor, Donohue
dan Olien sebagai pelopor teori
tersebut. Mengkritik dan mengembangkan apa yang sudah diciptakan oleh lebih
mudah dari membuat yang baru. Lebih lanjut Teori Information Gaps ini
sudah sangat cocok untuk melihat tingkat kesenjangan informasi dalam masyarakat
yang terkait dengan tingkat pendidikan dan perekonomian (sisi penerima
informasi saja).
Dalam
hal kekuatan Teoti Information Gaps ini, Baran dengan sangat optimis
mengungkapkan 4 (empat) kekuatan
teori ini yaitu:
1.
Mengidentifikasikan celah yang berpotensi mengganggu
di antara kelompk;
2.
Memberikan ide untuk mengatasi celah;
3.
Mendorong
timbal-balik dan aktivitas khalayak dalam komunikasi;
4.
Dibangun dalam teori sistem
G.
Kelemahan Teori Information Gaps
Dervin (1980) mengkritik teori
kesenjangan informasi karena didasarkan pada paradigma komunikasi tradisional
yaitu sumber-mengirimkan-pesan-ke-penerima. Dervin mengatakan bahwa pendekatan
ini menyebabkan sindrom “menyalahkan korban”. Dia menyatakan agar kampanye
komunikasi (dan riset komunikasi) lebih didasarkan pada pengguna Dalam hal
kelemahan, Baran juga mengungkapkan beberapa kelemahan Teori Information Gaps
sebagai berikut:
1.
Mengasumsikan celah sebagai sebuah disfungsi; tidak
semua setuju;
2.
Membatasi fokus terhadap celah yang melibatkan
koflik sosial dan berita; dan
3.
Tidak dapat
menunjukkan alasan mendasar dari celah (misalnya sekolah yang jelek atau akses
kepada sumber inforrmasi yang terbatas).
Kelemahan
Teori Information Gaps ini adalah hanya melihat tingkat kesenjangan informasi
berkaitan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi saja, tapi tidak melihat banyak
faktor lain seperti biologis, geografis, agama, profesi, kelompok dan
lain-lain. Analisis tingkat pendidikan dan ekonomi penerima informasi serta beberapa
faktor tambahan di atas perlu diperhatikan dan sangat cocok dengan Analisis
tentang masyarakat yang ditulis oleh Lathief Rousydiy.
Secara
geografis, seseorang yang kaya dan pendidikannya tinggi kemudian tinggal di
wilayah pegunungan yang sulit terjangkau media massa pasti juga merupakan sebab
terjadinya kesenjangan informasi. Dari segi agama, seseorang yang kaya dan pendidikannya
tinggi serta beragama Islam tidak akan menonton serta tidak membiarkan anak-anaknya
menonton televisi sekiranya ada informasi tentang ilmu pengetahuan tertentu
tapi diselipkan misi kristen, begitulah seterusnya berkaitan dengan
faktor-faktor yang lain di atas serta kemungkinan ada faktor lain yang lebih
banyak lagi. Teori Information Gaps ini lebih menyudutkan masyarakat
penerima informasi karena tingkat kesenjangan yang dilihat hanya sepihak yaitu
sisi penerima informasi tapi tidak dilihat dari sisi penyedia informasi seperti
disebutkan Dervin di atas.[7]
DAFTAR
PUSTAKA
Bungin,Burhan.
Sosiologi Komunikasi,Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.2006.
Ratnasari
Anne. Perkembangan
Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi. Jurnal
Mediator. 5(2) : 327-326
Yusri.
Teori
Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori Information Gaps). Jurnal
Al-Bayan. 19(27) : 67-76
[1] Lihat
Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori
Information Gaps),Jurnal
Al-Bayan,2013,hlm.68
[3] Lihat
Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori
Information Gaps),Jurnal
Al-Bayan,2013,hlm.69
[4] Lihat
Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori
Information Gaps),Jurnal
Al-Bayan,2013,hlm.70.71.
[5] Lihat
Anne Ratnasari, Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi,
Jurnal Mediator,2004,hlm. 330
[6] Lihat
Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori
Information Gaps),Jurnal Al-Bayan,2013,hlm.71-73.
[7] Lihat
Yusri,Teori Komunikasi Massa( Analisis Kontemporer terhadap Teori
Information Gaps),Jurnal
Al-Bayan,2013,hlm.73-74.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar